Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia
Hak asasi manusia adalah sebagai anugerah
Tuhan Yang Maha Esa, yang melekat pada diri manusia, bersifat kodrati,
universal dan abadi, berkaitan dengan harkat dan martabat manusia.
Menurut Pasal 1 Angka 6 No. 39 Tahun 1999 yang dimaksud dengan pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap
perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik
disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum
mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia
seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang dan tidak
mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyesalan hukum
yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
Menurut UU no 26 Tahun 2000 tentang
pengadilan HAM, Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau
kelompok orng termasuk aparat negara baik disengaja atau kelalaian yang
secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut Hak
Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh
Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan, atau dikhawatirksn tidak akan
memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme
hukum yang berlaku.
Dengan demikian pelanggaran HAM merupakan
tindakan pelanggaran kemanusiaan baik dilakukan oleh individu maupun
oleh institusi negara atau institusi lainnya terhadap hak asasi individu
lain tanpa ada dasar atau alasan yuridis dan alasan rasional yang
menjadi pijakanya.
Tipologi & Praktek Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia
- Pendekatan pembangunan yang mengutamakan “Security Approach” dapat menjadi penyebab terjadinya pelanggaran hak asasi manusia oleh pemerintah. Selama lebih kurang 32 tahun Orde Baru berkuasa “Security Approach” sebagai kunci menjaga stabilitas dalam rangka menjaga kelangsungan pembangunan demi pertumbuhan ekonomi nasional. Pola pendekatan semacam ini, sangat berpeluang menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia oleh pemerintah, karena stabilitas ditegakkan dengan cara-cara represif oleh pemegang kekuasaan. Beberapa jenis pelanggaran hak asasi manusia dapat terjadi, antara lain;
a. Penangkapan dan penahanan seseorang demi menjaga stabilitas, tanpa berdasarkan hukum.
b. Pengeterapan budaya kekerasan untuk
menindak warga masyarakat yang dianggap ekstrim yang dinilai oleh
pemerintah mengganggu stabilitas keamanan yang akan membahayakan
kelangsungan pembangunan.
c. Pembungkaman kebebasan pers dengan
cara pencabutan SIUP, khususnya terhadap pers yangdinilai mengkritisi
kebijakan pemerintah, dengan dalih mengganggu stabilitas keamanan.
d. Menimbulkan rasa ketakutan masyarakat
luas terhadap pemerintah, karena takut dicuriga sebagai oknum pengganggu
stabilitas atau oposan pemerintah (ekstrim), hilangnya rasa aman
demikian ini merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia.
e. Pembatasan hak berserikat dan
berkumpul serta menyatakan pendapat, karena dikhawatirkan akan menjadi
oposan terhadap pemerintah.
2. Sentralisasi kekuasaan yang dilakukan
oleh Orde Baru selama lebih kurang 32 tahun, dengan pemusatan kekuasaan
pada Pemerintah Pusat nota bene pada figure seorang Presiden, telah
mengakibatkan hilangnya kedaulatan rakyat atas negara sebagai akibat
dari penguasaan para pemimpin negara terhadap rakyat. Pembalikan teori
kedaulatan rakyat ini mengakibatkan timbulnya peluang pelanggaran hak
asasi manusia oleh negara dan pemimpin negara dalam bentuk pengekangan
yang berakibat mematikan kreativitas warga dan pengekangan hak politik
warga selaku pemilik kedaulatan, hal ini dilakukan oleh pemegang
kekuasaan dalam rangka melestarikan kekuasaannya.
3. Kualitas pelayanan publik yang masih
rendah sebagai akibat belum terwujudnya good governance yang ditandai
dengan transparansi di berbagai bidang. akuntabilitas, penegakan hukum
yang berkeadilan dan demokratisasi. Serta belum berubahnya paradigma
aparat pelayan publik yang masih memposisikan dirinya sebagai birokrat
bukan sebagai pelayan masyarakat, hal ini akan menghasilkan pelayanan
publik yang buruk dan cenderung untuk timbulnya pelanggaran hak asasi
manusia seperti;
a. Hilang/berkurangnya beberapa hak yang
berkaitan dengan kesejahteraa lahir dan batin yang sebenarnya menjadi
tugas dan tanggung jawa pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan
warganya.
b. Hilang/berkurangnya hak yang berkaitan dengan jaminan, perlindungan pengakuan hukum dan perlakuan yang adil dan layak.
c. Hilang/berkurangnya hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang bai dan sehat.
d. Hilang/berkurangnya hak untuk mendapatkan kemudahan dan perlakua khusus bagi anak-anak, orang tua, dan penderita cacat.
e. Hilang/berkurangnya hak untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupa yang layak.
4. Konflik Horizontal dan Konflik
Vertikal telah melahirkan berbagai tindakan kekerasan yang melanggar
hak asasi manusia baik oleh sesama kelompok masyarakat, perorangan,
maupun oleh aparat, seperti:
a. pembunuhan;
b. penganiayaan;
c. penculikan;
d. pemerkosaan;
e. pengusiran;
f. hilangnya mata pencaharian;
g. hilangnya rasa aman, dll.
5. Pelanggaran terhadap hak asasi kaum
perempuan masih sering terjadi, walaupun Perserikatan Bangsa- Bangsa
telah mendeklarasikan hak asasi manusia yang pada intinya menegaskan
bahwa setiap orang dilahirkan dengan mempunyai hak akan kebebasan dan
martabat yang setara tanpa membedakan; ras, warna kulit, keyakinan agama
dan politik, bahasa, dan jenis kelamin. Namun faktanya adalah bahwa
instrumen tentang hak asasi manusia belum mampu melindungi perempuan
terhadap pelanggaran hak asasinya dalam bentuk;
a. Kekerasan berbasis gender bersifat phisik, seksual atau psikologis penganiayaan, pemerkosaan dan berbagai jenis pelecehan.
b. Diskriminasi dalam lapangan pekerjaan.
c. Diskriminasi dalam sistem pengupahan.
d. Perdagangan wanita.
6. Pelanggaran hak asasi anak. Walaupun
Piagam Hak Asasi Manusia telah memuat dengan jelas mengenai pelindungan
hak asasi anak namun kenyataannya masih sering terjadi pelanggaran hak
asasi anak, yang sering dijumpai adalah;
a. kurangnya perlindungan hukum terhadap anak dari segala bentuk kekerasan phisik dan mental;
b. menelantarkan anak;
c. perlakuan buruk;
d. pelecehan seksual;
e. penganiayaan;
f. mempekerjakan anak di bawah umur.
7. Sebagai akibat dari belum
terlaksananya supremasi hukum di Indonesia, maka berakibat terjadinya
pelanggaran hak asasi manusia dalam bentuk;
a. perbedaan perlakuan di hadapan hukum, rakyat kecil merasakan bahwa hukum hanya berlaku bagi mereka, tidak bagi pejabat;
b. menjauhnya rasa keadilan;
c. terjadinya main hakim sendiri sebagai akibat ketidakpercayaan kepada perangkat hukum.
Upaya Pencegahan Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia
1. Pendekatan Security yang terjadi di
era orde baru dengan mengedepankan upaya represif menghasilkan
stabilitas keamanan semu dan berpeluang besar menimbulkan terjadinya
pelanggaran hak asasi manusia tidak boleh terulang kembali, untuk itu
supremasi hukum dan demokrasi harus ditegakkan, pendekatan hukum dan
dialogis harus dikemukakan dalam rangka melibatkan partisipasi
masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
2. Sentralisasi kekuasaan yang terjadi
selama ini terbukti tidak memuaskan masyarakat, bahkan berdampak
terhadap timbulnya berbagai pelanggaran hak asasi manusia, untuk itu
desentralisasi melalui otonomi daerah dengan penyerahan berbagai
kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah perlu
dilanjutkan, otonomi daerah sebagai jawaban untuk mengatasi
ketidakadilan tidak boleh berhenti, melainkan harus ditindaklanjutkan
dan dilakukan pembenahan atas segala kekurangan yang terjadi.
3. Reformasi aparat pemerintah dengan
merubah paradigma penguasa menjadi pelayan masyarakat dengan cara
mengadakan reformasi di bidang struktural, infromental, dan kultular
mutlak dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan public
untuk mencegah terjadinya berbagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia
oleh pemerintah.
4. Perlu penyelesaian terhadap berbagai
Konflik Horizontal dan Konflik Vertikal di tanah air yang telah
melahirkan berbagai tindakan kekerasan yang melanggar hak asasi manusia
baik oleh sesama kelompok masyarakat dengan acara menyelesaikan akar
permasalahan secara terencana, adil, dan menyeluruh.
5. Kaum perempuan berhak untuk menikmati
dan mendapatkan perlindungan yang sama bagi semua hak asasi manusia di
bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil, dan bidang lainnya,
termasuk hak untuk hidup, persamaan, kebebasan dan keamanan pribadi,
perlindungan yang sama menurut hukum, bebas dari diskriminasi, kondisi
kerja yang adil. Untuk itu badan-badan penegak hukum tidak boleh
melakukan diskriminasi terhadap perempuan, lebih konsekuen dalam
mematuhi Konvensi Perempuan sebagaimana yang telah diratifikasi dalam
Undang undang No.7 Tahun 1984, mengartikan fungsi Komnas anti Kekerasan
Terhadap Perempuan harus dibuat perundang-undangan yang memadai yang
menjamin perlindungan hak asasi perempuan dengan mencantumkan sanksi
yang memadai terhadap semua jenis pelanggarannya.
6. Anak sebagai generasi muda penerus
bangsa harus mendapatkan manfaat dari semua jaminan hak asasi manusia
yang tersedia bagi orang dewasa. Anak harusdiperlakukan dengan cara yang
memajukan martabat dan harga dirinya, yang memudahkan mereka
berintraksi di dalam masyarakat, anak tidak boleh dikenai siksaan,
perlakuan atau hukuman yang kejam dan tidak manusiawi, pemenjaraan atau
penahanan terhadap anak merupakan tindakan ekstrim terakhir, perlakuan
hukum terhadap anak harus berbeda dengan orang dewasa, anak
harusmendapatkan perlindungan hukum dalam rangka menumbuhkan suasana
phisik dan psikologis yang memungkinkan anak berkembang secara normal
dan baik, untuk itu perlu dibuat aturan hukum yang memberikan
perlindungan hak asasi anak, setiap pelanggaran terhadap aturan harus
ditegakan secara professional tanpa pandang bulu.
7. Supremasi hukum harus ditegakkan,
sistem peradilan harus berjalan dengan baik dan adil, para pejabat
penegak hukum harus memenuhi kewajiban tugas yang dibebankan kepadanya
dengan memberikan pelayanan yang baik dan adil kepada masyarakat pencari
keadilan, memberikan perlindungan kepada semua orang dariperbuatan
melawan hukum, menghindari tindakan kekerasan yang melawan hukum dalam
rangka menegakkan hukum.
8. Perlu adanya kontrol dari masyarakat
(Social control) dan pengawasan dari lembaga politik terhadap
upaya-upaya penegakan hak asasi manusia yang dilakukan oleh pemerintah.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar